Menurut Ali Syari’ati, ini adalah pertentangan nilai ant
ara kebaikan dan keburukan. Sejarah telah mencatat bahwa baik di era lampau maupun di era kontemporer, pertautan antara kedua kubu ini masih terinternalisasi dalam psikologi sosial. Haruskah kita larut dan tenggelam dalam penjara historis yang sudah kontra-produktif lagi dalam konteks kekinian? Bukankah kehadiran sosok manusia besar, sang penyelamat atau pembimbing umat untuk menyelamatkan manusia dari eksploitasi kemanusiaan ini? Toh yang kita rasakan dan yang kita alami sampai detik ini malah eksploitasi kemanusiaan itu makin menjamur di mayapada ini. Fondasi keyakinanku yang dulu begitu kokoh akan kerasulannya Muhammad yang konon katanya cinta, kasih dan sayangnya meliputi langit dan bumi, sang pembebas dan sang penyelamat yang mampu mengantarkan lautan umat manusia kejalan yang lurus (sirathoal mustakim) dan kini sudah sedikit terkikis karena disebabkan oleh kerakusan dan ketamakan manusia modern. Dan aku menilainya bahwa kerasulan dan kenabiannya Muhammad gagal secara totalitas dari misi kenabiannya dalam membimbing dan membebaskan lautan manusia yang ada di semesta ini.
ara kebaikan dan keburukan. Sejarah telah mencatat bahwa baik di era lampau maupun di era kontemporer, pertautan antara kedua kubu ini masih terinternalisasi dalam psikologi sosial. Haruskah kita larut dan tenggelam dalam penjara historis yang sudah kontra-produktif lagi dalam konteks kekinian? Bukankah kehadiran sosok manusia besar, sang penyelamat atau pembimbing umat untuk menyelamatkan manusia dari eksploitasi kemanusiaan ini? Toh yang kita rasakan dan yang kita alami sampai detik ini malah eksploitasi kemanusiaan itu makin menjamur di mayapada ini. Fondasi keyakinanku yang dulu begitu kokoh akan kerasulannya Muhammad yang konon katanya cinta, kasih dan sayangnya meliputi langit dan bumi, sang pembebas dan sang penyelamat yang mampu mengantarkan lautan umat manusia kejalan yang lurus (sirathoal mustakim) dan kini sudah sedikit terkikis karena disebabkan oleh kerakusan dan ketamakan manusia modern. Dan aku menilainya bahwa kerasulan dan kenabiannya Muhammad gagal secara totalitas dari misi kenabiannya dalam membimbing dan membebaskan lautan manusia yang ada di semesta ini.
Dalam konteks keindonesiaan, dimana eksploitasi kemanusiaan makin menjamur sampai kepelosok negeri. Siapakah yang akan membebaskan kita dari ketertindasan yang makin merajalela ini? Dalam stratifikasi sosial kita bisa melihat dimana yang kaya makin berkuasa dan yang miskin makin melarat, jurang pemisah antara elit penguasa dan kalangan greesroot makin jauh dan sudah tak terbendung lagi. Dimana namrud khatulistiwa yang dianggap sebagai macan asia dan bahkan dunia karena kekayaan sumber daya alamnya. Semenjak elit penguasa bersenggama dengan investor asing sehingga yang lahir adalah raja-raja baru yang siap menghisap bukan untuk membebaskan rakyat dari ketertindasan tapi melainkan ingin mencabut hak hidup rakyat kecil. Manusia mana yang masih rela ditindas dan ditindis oleh roda kehidupan yang kejam dan bengis seperti ini, dan bukankah Ayatullah Morteza muthari sudah lama mengingatkan kita bahwa ketika seekor hewan disakiti maka dia akan melawan, dan kalau manusia disakiti lantas tidak melawan maka dia lebih hina dari pada binatang. Sadar dan tidaknya, kita sekarang berada dalam diam kita tertindas seperti yang diungkapkan oleh Alto Makmuralto, tetapi apakah kita harus diam dalam menatap realitas sosial yang mencengangkan ini? Tidak, karena jika revolusi diam sudah tidak bermakna maka bicaralah, dan jika bicara masih belum membawa kita kearah perubahan maka teriaklah, dan jika teriak masih juga belum, maka berontaklah. Mungkin sudah saatnya kita untuk bangkit dan melawan dalam hidup yang serba ketertindasan, rasanya sudah lama kita ditindas oleh elit penguasa secara tidak manusiawi. Sekaranglah saatnya kita konstruksi sosial movement yang massif dan intensif, Kapan lagi kalau bukan sekarang dan siapa lagi kalau bukan kita, menunggu adalah penghianatan terhadap revolusi ujar Lenin. Kenapa kita tidak berkiblat pada revolusi yang dilakukan oleh Imam Khomaini di Iran, Fidel Castro di Kuba, dan Mao di Cina? Sosok manusia-manusia besar itu mampu merubah maindset massa lewat fatwa-fatwanya dan kenapa kita tidak bisa? Walaupun Indonesia bukan negara-negara yang saya singgung diatas, Indonesia adalah Indonesia dan tidak mungkin berubah jadi Iran atau negara-negara lain. Mungkinkah benar apa yang pernah diungkapkan oleh Kang Jalal bahwa harus ada sosok manusia besar yang akan membimbing kita kearah perubahan. Aku pikir tidak, karena aku takut dia akan jadi monster yang lebih kejam, ganas lagi menakutkan bagi rakyat kecil, tetapi kesadaran diri, keberanian berpikir dan kepekaan sosial guna menopang massifitas gerakan yang kita butuhkan disaat kita melawan penguasa yang zalim seperti ini.
Aku teringat sosok seorang anak manusia pemberani yaitu Ain Al Quzat dia mati dihukum gantung di Baghdad, kesalahannya adalah karena keberanian berpikir dan kepekaan sosial, memang baik di era lampau maupun di era kontemporer keberanian berpikir adalah aib yang menakutkan bagi penguasa yang telah diperbudak oleh jabatan dan kehormatan. Dengan lugas Budha mengatakan membuat pulau disamudra danau adalah merupakan dosa besar yang tak terampuni lagi. Adakah Ain Al Quzat-Ain al Quzat kecil di negeri ini? Dan kalaupun ada, kemana dan dimanakah ia berteduh hingga detik ini belum juga hadir? Tidakkah ia melihat dan mendengar jerit tangis batin mereka karena kerinduannya akan kebebasan?
Walaupun kita tahu bersama bahwa dehumanisasi adalah kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia dan tetap merupakan suatu kemungkinan ontologis dimasa mendatang, karena ia bukanlah suatu keniscayaan hitoris. Secara dealektis, suatu kenyataan tidak mesti menjadi suatu keharusan, maka menjadi tugas manusia untuk merubahnya agar sesuai dengan apa yang seharusnya, itulah fitrah manusia sejati. Tetapi jangan menyerah dengan apa yang kita alami saat ini, karena menyerah pada penderitaan adalah bentuk penghancuran diri, maka harus ada perubahan yang diyakini dan yang menggerakkan spirit perjuangan. Hanya dengan keyakinan ini yang terus menggelora sampai saatnya berjuang, dan kita akan mendapatkan masa depan yang berarti, bukannya ketidakjelasan yang mengalienasi atau masa depan yang ditakdirkan, namun menjadi tugas untuk membangun dan mungkin ini akan menjadi sebutir benih kebebasan. Yakin dan percaya bahwa benih kebebasan yang pernah kita tanam secara kolektif dan nantinya akan tumbuh secara bersamaan untuk meluluhlantakkan imperium yang berkuasa dinegeri ini. Menurut ali Syari’ati bahwa manusia memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh makhluk lain yakni kesadaran diri, kehendak bebas, dan kreatifitas. Dan lebih tegas dia mengatakan bahwa manusia bisa berbuat seperti Tuhan, karena manusia memiliki sifat Illahiah dalam dirinya, tetapi manusia bukan Tuhan.
Memang benar apa yang pernah diungkapkan oleh Mahatma Ghandi bahwa bumi ini cukup untuk kebutuhan manusia tapi bumi ini tidak mampu memenuhi keserakahan manusia. Kenapa penguasa dimuka bumi ini cendrung memperlakukan manusia secara tidak manusiawi dan bukankah kehadiran mereka sebagai pelayan bagi rakyat kecil, apa salah dan dosanya mereka sehingga diperlakukan seperti itu? Kita bisa melirik bagaimana kehidupan ribuan anak manusia yang ada dijalanan dengan pakaian compang camping, mereka rela membanting tulang siang malam demi sesuap nasi. Tidak sepantasnya anak dibawah umur bekerja selayaknya manusia dewasa, mestinya mereka berada diruang-ruang kelas. Akan tetapi himpitan ekonomi yang membuat mereka tidak bisa mencicipi bagaimana manisnya dunia pendidikan. Apakah miskinnya mereka karena faktor kemalasan?
Menurut Kang Jalal bahwa kita miskin karena dimiskinkan oleh pemerintah. Penguasa ekstasi menikmati hasil rampasannya sedangkan kita ekstasi menikmati harta kita dirampas oleh penguasa. Haruskah kita membiarkan mereka yang duduk disinggasana kekuasaan merampas hak milik kita? Aku katakan tidak, kita harus melawannya sampai titik darah penghabisan, jika kematian adalah suatu keniscayaan maka sungguh hina mati jadi pengecut. Ali Syari,ati pun pernah berkata bahwa ketika terjadi penindasan dimana-mana maka pemberontakan adalah suatu kepatuhan pada sang khalik.
Mudah-mudahan coretan yang menurut saya tidak memiliki nilai ini, bermanfaat bagi sahabat-sahabat saya yang berjiwa militan dan progresif yang senantiasa merindukan kebebasan maupun yang tidak. Artikel ini lahir karena kekesalanku terhadap penguasa yang tidak mengenal nilai-nilai kemanusiaan. Tak mungkin dahaga ruhani kita terpuaskan, bila tak meneteskan air mata kerinduan. Cinta kemanusiaan adalah fitrah paling sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar